LAPORAN RESMI PARASITOLOGI
IDENTIFIKASI TELUR CACING
Disusun Oleh :
Hita Amithya
115016
Akademi Analis Kesehatan Theresiana
Semarang
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik (Kadarsan,2005).
Penyakit kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan menimbulkan infeksi adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis).
Penyakit kecacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi ditemukan pada anak balita dan usia SD. Dari penelitian didapatkan prevalensi penyakit cacingan sebesar 60–70%. Penelitian di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan, kasus infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sekitar 25–35% dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) 65–75%. Risiko tertinggi terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, dan bermain - main di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki (Rusmanto, 2012).
Dalam identifikasi infeksi penyakit cacing perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2005).
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, 2000).
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.Mengetahui pemeriksaan feses dengan metode apung (dengan dan tanpa disentrifugasi)
b.Mengetahi adanya telur dan larva cacing parasit dalam sampel feses
c. Mendiagnosa infeksi cacing parasit dalam tubuh orang yang diperiksa fesesnya
BAB II
ISI
1. Metode
Metode yang digunakan saat praktikum kali ini adalah metode flotasi (apung) dan sedimentasi (pengendapan).
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan tinja menggunakan metode pengendapan (sedimentasi) adalah:
a. Mikroskop
b. Objek glass
c. Cover glass
d. Beker glass
e. Tabung
f. Centrifuge
g. Konsentrat tinja
h. Larutan NaCl 0,85%
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan tinja menggunakan metode apung tanpa disentrifugasi adalah:
a. Mikroskop
b.Objek glass
c. Cover glass
d. Beker glass
e. Tabung reaksi
f. Rak tabung reaksi
g. Konsentrat tinja
h. Larutan NaCl jenuh
3. Prosedur
I. Metode Sedimentasi
Disiapkan alat dan bahan
Diambil 3-4 tetes konsentrat tinja
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Ditambah NaCl fisiologis hungga ¾ tabung, kemudian ditutup dengan kapas
Dicentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
Dibuang bagian yang jernih dengan jalan menuangkan tabung reaksi secara cepat
Diambil 1 tetes dan ditambahkan 1 tetes eosin
Dihomogenkan dan ditutup dengan deck glass
Diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x
II. Metode flotasi (apung)
Disiapkan alat dan bahan
Diambil 3-4 tetes konsentrat tinja
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Ditambahkan NaCl jenuh hingga tabung terisi penuh
Ditutup dengan kaca penutup pada bagian mulut tabung
Diletakkan pada rak tabung
Didiamkan selama 1 jam, diletakkan pada tempat tenang
Diambil kaca penutup dan diletakkan di atas obyek glass
Diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x
4. Pengamatan
Pada konsentrat tinja ditemukan :
1.) Telur cacing tambang
2.) Telur Ascaris lumbricoides fertil corticated
BAB III
PENUTUP
1. Pembahasan
Prinsip kerja metode apung berdasarkan berat jenis telur-telur yang lebih ringan daripada berat jenis larutan yang digunakan sehingga telur terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan metode apung menggunakan larutan garam jenuh direkomendasikan untuk pendeteksian telurAncylostoma duodenale dan Necator americanus (metode terbaik), Ascaris lumbricoides, Hymenolepis nana, Taenia spp., dan Trichuris trichiura.Metode apung tidak sesuai digunakan untuk mendeteksi trematoda dan Schistosoma spp (Maharani, 2011).
Kelebihan metode pengendapan (sedimentasi) adalah dapat digunakan untuk infeksi ringan dan berat, kotoran feses yang melekat pada telur dapat terlepas dengan adanya proses sentrifugasi sehingga dapat terlihat jelas. Sedangkan kekurangan metode apung dengan sentrifugasi adalah membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
Kelebihan metode apung tanpa sentrifugasi adalah dapat digunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan kekurangan metode apung tanpa sentrifugasi adalah menggunakan banyak feses, membutuhkan waktu yang lama, dan membutuhkaan ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
Ascaris lumbricoides memiliki empat bentuk telur, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang dibuahi, besarnya 90 x 40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Onggowaluyo, 2002). Ciri-ciri telur yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Farah, sehingga Farah dinyatakan tidak terinfeksi parasit Ascaris lumbricoides.
Tujuan dari metode apung dengan disentrifugasi adalah mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan. Kekurangan dari metode flotasi adalah memerlukan waktu yang lama dan memerlukan ketelitian yang tinggi agar telur cacing tidak turun lagi.
Tujuan dari metode sedimentas adalah mengetahui adanya telur cacing parasit usus Nematoda, Schistosoma, Dibothriocephalus, telur yang berpori-pori dari famili Tainidae, telur - telur Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertil untuk infeksi ringan.
2. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Prinsip kerja metode apung dengan dan tanpa sentrifugasi adalah dengan menggunakan berat jenis telur. Dimana larutan jenuh memiliki berat jenis yang lebih tinggi sehingga menyebabkan telur cacing terapung
2. Pada konsentrat tinja dapat disimpulkan bahwa telah terinfeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides dan Hook Worm.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Kadarsan,S. 2005. Binatang Parasit. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Rusmanto, Dwi, J Mukono. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Publick Health. Vol. 8: 105-111
LAMPIRAN
Telur Hook Worm |
Telur Ascaris lumbricoides fertil corticated |